Tentang Blog Ini

Blog ini adalah rangkuman perjalanan saya ke berbagai tempat di Indonesia dan di luar negeri.

Minggu, 16 Februari 2014

BANGKOK PART I, WISATA DEMONSTRASI


Kota Bangkok bagi para traveler mungkin sebuah destinasi yang biasa-biasa saja. Letaknya cukup dekat, terutama dari Medan, hanya sekitar dua jam perjalanan udara, bahkan tidak ada perbedaan waktu antara Bangkok dan Medan. Perjalananku bersama Eka, juga sebenarnya tidak ada yang unik. Kami booking tiket pesawat hampir sekitar setahun sebelumnya dan melakukan perjalanan pada 7 Januari  2014 silam. Hanya 5 hari saja, jadi terbilang cukup singkat. Satu-satunya hal yang membuat deg-degan adalah situasi politik di kota Bangkok menjelang keberangkatan kami. Untunglah, kami punya teman di Bangkok, seorang pekerja media, yang sangat informatif. Berhubung kami di Bangkok hanya dari tanggal 7 sampai 11 Januari, kata Mike, teman kami itu, suasana masih cukup aman. Tetapi setelahnya, bisa berbahaya karena pada 13 Januari para demonstran anti-pemerintah akan melumpuhkan kota Bangkok.




Secara keseluruhan, Bangkok tampaknya lebih kecil dari Jakarta. Mungkin hanya seluas Medan. Kota ini juga punya problem yang sama dengan kota-kota besar lainnya di Asia: macet. Beruntung kami tidak sering terjebak dalam lautan kendaraan selama di kota ini. Di kawasan pusat turis, Khao San Road, kami menginap. Mike, teman kami, sudah membuking kamar seharga 600 Bath, atau sekitar Rp 250 rb. Fasilitas yang tersedia: AC, water heater, serta tv. Tiba di hotel, ternyata resepsionis tidak bisa melacak kamar yang sudah dipesan tersebut. Alhasil, kami disodori selembar kertas dilaminating yang sudah agak lusuh. Isinya tipe-tipe kamar yang tersedia. Ternyata, ada kamar untuk 2 orang yang lebih murah, hanya 450 Bath saja, hanya saja tidak ada ac, water heater ataupun tv. Dasar turis kere, yang penting murah, fasilitas minim, it's ok. Kamipun memesan kamar tersebut untuk 2 hari.

Malam pertama di Bangkok, kami bertemu Mike dan pacarnya Aom yang langsung kami panggil aunty, karena Mike selalu kami panggi uncle, lol. Mereka mengajak kami berkeliling dengan berjalan kaki, menunjukkan jalan untuk beberapa destinasi yang kira-kira ingin kami jelajahi, dan mengajak kami ke Democracy Monument, yang dengan seenaknya kami sebut Demonstration Monument karena tempat itu merupakan pusat berkumpulnya para demonstran anti-pemerintah. Sampai tengah malam, masih ada saja orasi yang dilakukan di atas panggung yang cukup megah untuk pertunjukan musik profesional. Tenda-tenda juga didirikan agar para demonstran yang datang dari jauh dapat menginap di tempat itu. Masing-masing pendemo membawa perlengkapan tidur dan pernak-pernik demo lainnya seperti pluit, bendera, dll.

Kalau dibandingkan, fasilitas demonstrasi di Bangkok, jauh lebih nyaman ketimbang yang diterima oleh para pengungsi korban bencana di Indonesia. Di sepanjang jalan ada beberapa mobile toilet, ada pula fasilitas parkir bagi para demonstran yang membawa kendaraan. Dan yang paling hebat, mereka menyediakan fasilitas makanan prasmanan yang disajikan di tenda-tenda sekitar Monumen Demokrasi. Kata Mike, kalau mau makan gratis, kami tinggal datang saja pada jam-jam makan. Sayangnya, kami tiba sudah jam 11 malam, booth makanan sudah tutup, tetapi air mineral botolan masih bertimbun di beberapa titik. Mike mengambil tiga botol untuk kami. Lumanyan, air minum gratis. Tersedianya berbagai fasilitas ini tidak terlepas dari dukungan para pebisnis besar di Thailand, termasuk pemilik merk bir paling terkenal di negara gajah putih itu. Sayang, mereka tidak menyediakan produk tersebut secara gratis, hahaha...

Kami mengakhiri perjalanan di sekitar tempat demonstrasi sekitar tengah malam. Mike dan Aom memberikan instruksi agar tak melewati jalan-jalan tertentu karena khawatir terjadi tindakan kekerasan. Kekhawatiran Mike cukup beralasan karena walau wisman, kulit kami dan orang Thailand, sangat mirip. Bisa-bisa, kami menjadi korban salah sasaran.

Ketakutan terhadap tindakan kekerasan tidak kami hiraukan sampai pada hari ke-4, Eka yang antara sadar dan tertidur mendengar bunyi letusan senjata api. Paginya ia ceritakan padaku, dan dengan santai aku katakan bahwa itu hanya suara petasan. Tak berapa lama setelahnya, Mike mengirimkan kabar bahwa malam itu terjadi penembakan oleh OTK di dekat kawasan tempat kami menginap. Wah..., cukup membuat bulu kuduk merinding. Tapi, kami hanya sejenak mengingatnya, dan kembali menikmati Bangkok. Atas saran Mike dan mungkin juga karena eforia demonstrasi, kamipun membeli beberapa t-shirt yang kata Mike nantinya akan jadi limited edition. T-shirt tersebut bertuliskan Bangkok Shut Down January 13, 2014. Kami menghadiahkan t-shirt tersebut kepada beberapa orang tercinta. Tentu saja orang-orang tersebut tidak pergi ke Bangkok dengan menggunakan pakaian tersebut, karena saat ini, siapapun yang menggunakan baju Bangkok Shut Down, dapat menjadi sasaran tembak dan aksi kekerasan lainnya. Wuih....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar